Istiqomah dalam Tujuan Hidup

Ditulis oleh: Saleha Juliandi

Waktu mahasiswa dan sebelum menikah dengannya dulu, saya pernah bertanya begini padanya,

“Nanti setelah lulus, mau kerja apa?”

“Dosen,” begitu jawabnya.

Ternyata benar. Setelah lulus dan menikahi saya, dia langsung mengabdi sebagai dosen, walaupun dimulai sebagai dosen honorer.

Selama 7 tahun suami menjadi dosen honorer di IPB. Kalau boleh jujur, tujuh tahun adalah waktu yg cukup panjang bagi kami bertahan dalam keterbatasaan. Saya dan keluarga besar sempat meminta suami mencari pekerjaan di tempat lain yg “lebih menjanjikan”. Tapi, suami tetap saja menunggu kesempatan agar bisa menjadi dosen PNS seutuhnya sambil ngobyek sana sini agar dapur tetap tercukupi. Alhamdulillah, setelah menunggu cukup lama, peluang menjadi dosen PNS pun terbuka.

Namun, sesaat setelah mjd CPNS, ternyata suami mendapat beasiswa kuliah ke Jepang. Alhamdulillah, kuliah suami di Jepang berjalan lancar dan langsung diminta bekerja sebagai peneliti di negara maju ini.

Setelah mendiskusikan permintaan tersebut dengan saya, akhirnya kami memutuskan mengambil permintaan itu. Selain ingin menambah pengalaman bekerja dan belajar di negera maju, juga karena fasilitas yg ditawarkan cukup menggiurkan.

Tahun pertama, kedua, ketiga, kontrak kerja suami di Jepang selalu saja diperpanjang. Yang tadinya suami hanya berencana bekerja satu tahun, akhirnya mencapai tiga tahun. Setiap suami menyinggung akan mengakhiri kontrak kerjanya, selalu saja tidak disetujui oleh atasannya. Sementara, dalam waktu yg sama, IPB meminta suami segera kembali ke tanah air, untuk memberikan kontribusinya.

“Tidak, tidak. Kami memerlukan kamu di sini. Jika perlu, menetap saja kamu sekeluarga di Jepang untuk selamanya,” kata profesor tersebut, setiap suami menyinggung tentang keinginannya untuk mengakhiri kontrak kerjanya di Jepang.

“Terimakasih atas apresiasinya, Sensei. Tapi saya tidak mungkin menetap di sini selamanya. Karena saya punya tugas mengajar dan meneliti di Indonesia.” Selalu begitu jawaban suami setiap profesor tsb menolaknya.

Berbagai pertimbangan pun kami diskusikan lagi. Tawaran bekerja di Jepang terus terang sangat menggoda. Saya sempat membujuk suami untuk meninggalkan pekerjaannya di Indonesia sebagai dosen PNS dan bekerja serta menetap di Jepang saja. Toh, berkarya untuk bangsa bisa dilakukan dari mana saja. Pun, dapat dilakukan dari Jepang.

Tapi, ternyata suami tidak setuju dengan pendapat saya.

“Enggak, Bunda. Bagi mereka yang belum memiliki kesempatan kerja di Indonesia, mungkin bisa seperti itu. Tapi kesempatan aku bekerja di Indonesia ada. Bahkan sudah sangat terbuka lebar. Ya… walaupun fasilitasnya nggak sama dengan di sini (Jepang). Tapi insyaAllah, Allah akan mengatur dan mencukupkan semuanya. Tidak baik meninggalkan negeri yg sudah mengantarkan kita sampai sini.”

Akhirnya, beberapa bulan yang lalu, permohonan penghentian kontrak kerja KEMBALI suami ajukan.

Tapi sayang, tanggapan profesor tersebut tetap sama. Tidak menyetujuinya.

Dan untuk ke sekian kalinya, akhirnya suami saya menjawab seperti ini:

“Until when, sensei? It has been so long i worked here. I really really have to back to my country now.”

Setelah proses tarik ulur yang cukup panjang bahkan berbulan2, akhirnya… profesor itu MENYETUJUINYA, walau teteepp..mengajukan berbagai syarat :).

“You know, i will miss you so much…” Begitulah kalimat terakhir yang keluar dari mulut profesor yang terkenal sangat “cuek” itu. Sampai suami sempat kaget mendengarnya:).

Terlepas dari kisah panjang kami di atas, ada satu hal penting yang benar-benar saya pelajari di sini, yaitu tentang KEISTIQOMAHAN DALAM TUJUAN HIDUP.

Walaupun harus menunggu hingga tujuh tahun dalam keterbatasan, walaupun harus ngobyek sana sini agar kebutuhan anak istri tercukupi, walaupun tawaran bekerja di Jepang yang memberikan fasilitas “lebih” terbuka lebar, tapi suami tetap ISTIQOMAH dengan tujuan hidupnya selama ini, yaitu ingin menjadi dosen dan bisa membagikan ilmunya kepada para mahasiswa di tanah air.

Tujuan yang teramat sederhana. Tapi, sudah menjadi cita-cita dan tujuan hidupnya selama ini. Sehingga, walaupun tantangan dan iming-iming menggiurkan datang silih berganti, dia TETAP SETIA menuju tujuannya.

Spread the love

One thought on “Istiqomah dalam Tujuan Hidup

Comments are closed.